Mengapa Allah Subhanahu wa Ta’ala Menciptakan Keburukan?


Oleh: M. Syu’aib al-Faiz
Syubhat:
Banyak di antara orang-orang liberal dan musuh-musuh Islam berusaha untuk membingungkan akal orang-orang yang disekitar mereka dengan berbagai pertanyaan seputar kebaikan dan keburukan. Misalnya, mereka bertanya; Mengapa Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan keburukan? Jika Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Pencipta segala sesuatu, maka pasti Dialah Pencipta keburukan?! Bagaimana Dia memerintahkan kepada kita untuk berbuat kebaikan sementara Dia menciptakan keburukan? Bukankah akan lebih utama jika manusia itu diciptakan hanya untuk berbuat kebaikan saja?
Bantahan:
Hendaknya setiap muslim menerima takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala, beriman dengannya, kebaikan atau keburukannya, manis atau pahitnya. Ini adalah pokok yang agung dari pokok-pokok ahlussunnah wal jama’ah yaitu beriman dengan takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dan bukanlah sebuah adab, menisbatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, bahwa Dia menginginkan keburukan terhadap hamba-hamba-Nya sekalipun Dialah yang menciptakan dan mengadakannya. Sebagaimana perkataan Ibrahim ‘Alaihi Sallam :
وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ (٨٠)
Dan apabila Aku sakit, dialah yang menyembuhkan aku, (Asy-Syu’ara`: 80)
Juga seperti perkataan bangsa Jin pada firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
وَأَنَّا لا نَدْرِي أَشَرٌّ أُرِيدَ بِمَنْ فِي الأرْضِ أَمْ أَرَادَ بِهِمْ رَبُّهُمْ رَشَدًا (١٠)
Dan Sesungguhnya kami tidak mengetahui (dengan adanya penjagaan itu) apakah keburukan yang dikehendaki bagi orang yang di bumi ataukah Tuhan mereka menghendaki kebaikan bagi mereka. (QS. al-Jin: 10)
Nabi Ibrahim ‘Alaihi Sallam tidak mengatakan: “Dan jika Dia menjadikanku sakit.” Juga bangsa jin saat mereka menyebutkan keburukan, mereka menyebutnya dengan bentuk fi`il mabni lil majhul (kata kerja bentuk pasif) sementara saat menyebut kebaikan, mereka menisbatkannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka ini adalah adab (tata krama) mereka terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Telah shahîh didalam Shahîh Muslim bahwasannya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah berdo’a dengan do’a yang beliau baca pada shalat malam. Di antara isi do’a beliau tersebut adalah:
«وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ» [رواه مسلم (1290)]
“Dan keburukan tidaklah (kembali) kepada-Mu.” (HR. Muslim (1290))
Jika ada seseorang berkata: “Sesungguhnya kami melihat –misalnya– beberapa keburukan yang terjadi, seperti sakit, begitupula kemaksiatan-kemaksiatan serta kejahatan-kejahatan dan yang lainnya.”
Maka dikatakan kepadanya:
Pertama, sesungguhnya semua perbuatan Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah baik dan bijaksana. Tidak ada di dalamnya sebuah keburukan secara mutlak. Maka jika ada sebuah keburukan pada sebagian makhluk maka itu disebabkan oleh usaha dan pilihan mereka.
Kedua, keburukan yang kita lihat ini hanya ada pada makhluk-makhluk yang ditakdirkan-Nya, serta yang dikenai keburukan tersebut. Untuk memperjelas hal ini, kita mendapati adanya sebagian makhluk yang ditakdirkan dalam keburukan seperti ular dan kalajengking. Juga kita dapati penyakit, kefakiran, serta kelaparan dan yang semacamnya. Semua ini jika dinisbatkan kepada manusia, maka menjadi sebuah keburukan, dikarenakan semua itu tidaklah menyenangkan mereka. Akan tetapi jika dinisbatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka semua itu adalah kebaikan, dikarenakan Allah Subhanahu wa Ta’ala tidaklah menakdirkannya kecuali untuk sebuah hikmah yang diketahui oleh orang yang dikehendaki Allah untuk tahu, serta tidak diketahui oleh orang yang dibuat-Nya tidak tahu.
Di sini bukanlah tempat untuk memberikan perinciannya. Akan tetapi wajib atas kita untuk mengetahui takdir ini. Kemudian, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan petunjuk kepada kita di dalam kitab-Nya agar kita tidak memaksakan diri untuk bertanya dengan permasalahan yang seperti ini, karena akan membuka pintu bagi setan. Cukup bagi kita untuk mengimani, tunduk dan pasrah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
لا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ (٢٣)
Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan merekalah yang akan ditanyai.(QS. al-Anbiya`: 23)
Maka orang yang cerdas adalah orang yang mempersiapkan diri untuk dapat menjawab pertanyaaan-pertanyaan Allah Subhanahu wa Ta’ala kelak di akhirat, sebab Allah yang  menghukumi kita bukan kita yang menghukumi Allah.
Wallahu a’lam. (AR)*

sumber : qiblati.com

Komentar

Postingan Populer